Pernikahan.
Selain
segala macam urusan hati, keluarga, logika, rencana masa depan dan hal-hal
penting lain, bagi kebanyakan perempuan, pernikahan adalah sesuatu yang indah. Apa
yang muncul dalam benak saya tentang pernikahan, selama waktu yang bisa
dikatakan panjang, juga sama: indah. Saya membayangkan sebuah
pelaminan yang cantik. Gaun yang anggun. Dekorasi dengan warna favorit saya:
merah. Bunga-bunga bermacam warna. Teman-teman yang datang untuk memberi
selamat dan doa.
Sampai
beberapa waktu yang lalu, saya masih saja membayangkannya. Saya ingin ini. Saya
ingin itu. Saya sering melihat gaun-gaun pengantin di internet. Setiap kali ada
teman yang menikah dan membagikan fotonya di media sosial, saya selalu
memperhatikannya. Saya memperhatikan make up-nya, gaunnya,
pelaminannya, bunga-bunga yang menghiasinya. Betapa cantik dan indahnya itu
semua. Setiap kali datang ke pesta pernikahan teman, saya juga memperhatikan
lagi semuanya lebih dekat. Mulai dari undangan yang dikirimkan. Warna tendanya.
Dekorasinya. Bunga apa saja yang ada di sana. Detail gaun pengantinnya.
Foto-foto pre wedding. Makanan yang ada di atas meja. Souvenir yang
dibagikan. Kemudian otak saya mulai menyusun dan membayangkan banyak hal. Saya
ingin begini. Saya ingin begitu. Saya mau warna merah hati. Saya ingin ada
banyak bunga segar. Saya ingin gaun cantik warna putih untuk akad nikah dan
gaun anggun warna merah. Saya ingin memegang buket bunga mawar. Saya tidak
ingin ada foto di kertas undangan. Saya mau buat undangan dengan cover depan
gambar sebuah pohon warna-warni. Saya ingin agar undangan itu sekaligus menjadi
kenang-kenangan, berupa sebuah buku catatan kecil untuk menulis apa saja. Saya
juga akan menyelipkan sebaris dua baris puisi bang Aan Mansyur atau Bambang
Purnomo di dalam sana. Saya ingin begitu banyak hal yang hanya dengan
membayangkannya saja sudah membuat saya bahagia bukan kepalang.
Tapi
selalu ada beberapa hal yang membuat kita berubah.
Semakin
lama saya menyadari bahwa ada banyak hal lain yang memang lebih penting untuk
diberi pertimbangan dan pemikiran dibanding semua keindahan pesta itu. Tentu
saja saya masih sama seperti kebanyakan perempuan. Saya sungguh seorang
perempuan yang pasaran dan tipikal kebanyakan itu. Tentu saja
saya masih menyukai keindahan sebuah pesta pernikahan dan gaun-gaun itu. Tentu
saja saya ingin pada hari itu, saya menjadi perempuan paling cantik di dunia.
Tapi pada suatu titik, pada akhirnya saya menghapus semua foto gaun-gaun
pengantin di ponsel saya. Saya berhenti memperhatikan undangan yang semakin banyak
saya terima dari hari ke hari. Saya berhenti memperhatikan foto-foto pernikahan
teman yang banyak tersebar di beranda sosial media. Saya berhenti menginginkan
–meskipun kadang masih membayangkan, sebuah pernikahan yang cantik dengan
kehadiran banyak teman dan senyum kebahagiaan. Saya berhenti menginginkan semua
hal itu. Tapi bukan berarti saya berhenti menginginkan sebuah pernikahan.
Ada
banyak hal yang terjadi.
Hal-hal
itu membuat saya berpikir lebih kompleks dan sederhana sekaligus. Hal-hal itu
menyadarkan saya bahwa menikah adalah sesuatu yang sulit, sekaligus mudah.
Hal-hal itu membuat saya berpikir bahwa orang-orang yang telah menikah dan bisa
bertahan, adalah orang-orang yang kuat dan bahagia. Ya, saya pun menginginkan
sebuah pernikahan. Hanya pernikahan itu sendiri. Saya menginginkan sebuah
prosesi yang hanya dihadiri oleh keluarga dan teman-teman dekat. Saya masih
akan menjadi perempuan tercantik di dunia pada hari itu, sekalipun tanpa
pelaminan, tanpa gaun cantik, dan tanpa bunga-bunga yang indah. Saya hanya
ingin menikah. Itu saja. Saya akan menyambut seseorang yang akan menjadi teman
hidup saya selanjutnya. Saya akan menjadi perempuan paling cantik dan paling
kuat di dunia untuk dia. Saya hanya ingin bisa menemaninya dan dia menemani
saya, menyambut segala hal yang akan terjadi. Pernikahan yang saya inginkan
hanya terjadi sekali seumur hidup itu akan saya kenang sebagai sesuatu yang
sederhana, tapi memiliki makna yang dalam. Saya tidak ingin banyak. Sungguh
saya hanya minta itu saja: sebuah janji untuk selalu bersama dalam keadaan
apapun.
Maka
dengan ini, Bapak, dan juga Ibu, saya ingin menyampaikan bahwa saya hanya ingin
menikah, bukan menggelar sebuah pesta. Barangkali akan ada orang yang
berkomentar. Barangkali akan ada sahabat yang merasa kecewa. Barangkali akan
ada bermacam-macam pertanyaan. Tapi bukankah pernikahan adalah ikatan yang
perlu diakui di hadapan Tuhan? Jika janji suci itu telah terucap, sahabat dan
saudara yang baik hati tentu akan ikut berbahagia dan mendoakan, sekalipun
mereka tidak hadir karena memang tidak ada pesta.
Barangkali
saya memang tidak akan punya sebuah album berisi foto-foto indah pernikahan
untuk dikenang di suatu masa yang akan datang. Barangkali akan ada teman-teman
yang kecewa karena saya tidak mengundang mereka datang ke pernikahan saya.
Barangkali saya akan kehilangan kesempatan untuk menjadi ratu sehari yang hanya
datang sekali seumur hidup. Tapi siapa peduli, jika tanpa semua itu pun, saya
sudah cukup berbahagia?
0 komentar:
Posting Komentar