Mendekati perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW,
kami menghadirkan beberapa kisah Islami yang bisa menjadi inspirasi Anda.
Semoga kisah yang satu ini membuat ibadah Anda semakin baik dan menjadi
pengingat peran seorang ayah dan suami di dalam keluarga.
***
Pada suatu malam, seorang pria yang baru selesai
bekerja masuk ke dalam rumah. Dia dikejutkan dengan suara isak tangis anak
laki-lakinya yang akan beranjak remaja. Suara itu berasal dari kamar sang anak
laki-laki. Pria itu langsung masuk ke dalam kamar dan menemukan anaknya
menangis tersedu-sedu.
"Mengapa kau menangis?" tanya sang ayah.
Setelah mengatur napasnya, sang anak laki-laki
menjawab, "Tetangga kita, kakek Ahmad meninggal dunia tadi pagi,"
Sang ayah berdecak merendahkan. "Tua bangka
itu telah mati? Ya sudah, biarkan saja dia mati, apa urusanmu sampai kau
menangisinya? Dasar anak bodoh!" ujar sang ayah dengan suara tinggi.
"Aku pikir sudah terjadi bencana di rumah ini hingga kau menangis. Ternyata
kau hanya menangisi kakek tua itu. Bisa-bisa setelah aku mati nanti, kamu tidak
akan menangis seperti saat ini. Dasar anak dungu!"
Sang anak kembali berlinang air mata sambil
memberanikan diri menatap ayahnya dengan pandangan tidak percaya. Bagaimana
kata-kata itu bisa keluar dari bibir ayahnya sendiri.
"Iya ayah, kelak aku tidak akan menangisi
kepergian ayah seperti aku menangisi kepergiannya. Dialah orang yang menuntun
tanganku untuk Salat Jumat dan Salat Subuh berjamaah. Dialah yang membuatku
sadar bahwa teman-teman bergaulku memberi pengaruh yang buruk. Dari dialah aku
belajar membaca Al-Quran," ujar sang anak dengan air mata yang masih
berlinang. Anak laki-laki itu mengucapkan semua kata-katanya dengan halus,
tanpa menaikkan sedikitpun nada suaranya.
"Sementara ayah, didikan apa yang telah ayah
berikan padaku? Ayah memang ayahku secara biologis, tetapi kakek Ahmad adalah
ayah bagi keimananku. Hari ini aku menangisi kepergiannya karena dialah yang
membuatku dekat dengan Allah SWT," lanjutnya sambil mengusap air mata yang
tersisa. Sebenarnya hatinya terasa sakit mengucapkan semua itu, tetapi itulah
fakta yang dia rasakan selama ini.
Saat itu, sang ayah diam. Ada rasa sakit di hatinya
karena sang anak berani mengucapkan kata-kata itu. Tetapi sebuah fakta kadang
lebih menyakitkan dibandingkan sebuah kebohongan. Sang pria tahu bahwa apa yang
dikatakan putranya adalah sebuah fakta. Benar bahwa dirinya selama ini tidak
pernah mengajarkan amalan dan didikan tentang agama sebagaimana kewajiban orang
tua pada anaknya.
Pria itu akhirnya melelehkan air mata. Bulir-bulir
air itu menetes di pipinya. Dipeluknya anak laki-laki yang tidak dia sadari
sudah lebih tinggi dan semakin dewasa. Dulu putranya masih begitu kecil,
sekarang tinggi mereka hampir sama. Dielusnya puncak kepala putranya,
"Maafkan ayah.."
Sejak malam itu, sang pria berjanji akan menjadi
ayah yang baik. Tidak hanya mencukupi materi, tetapi juga mencukupi kebutuhan
sang anak akan keimanan dan ketakwaan pada Allah SWT. Dia tidak pernah lagi
meninggalkan Salat Wajib dan Salat Jumat. Sekarang sang ayah sudah bisa menjadi
ayah sejati untuk anak dan keluarganya.
***
0 komentar:
Posting Komentar