Sekedar
menahan diri ternyata tidak mudah dilakukan. Tidak semua orang bisa.
Banyak orang pintar dan bahkan berpendidikan tinggi, belum tentu sanggup
menahan diri. Seorang pejabat, pemimpin masyarakat, dan bahkan juga
ulama’ sekalipun, ternyata belum tentu lulus tatkala di hadapkan pada persoalan harus menahan diri.
Contoh
tentang hal itu cukup banyak, sehingga mudah didapatkan. Seorang
pejabat pemerintah yang seharusnya selalu menjaga amanah, jujur, dan adil, ternyata
banyak yang tidak berhasil menunaikannya. Pejabat yang menyeleweng,
korupsi, kolusi, dan nepotisme adalah menunjukkan bahwasanya yang
bersangkutan tidak menahan diri itu. Mereka lebih
mengikuti hawa nafsu, emosi, dan menuruti kemauannya sendiri, dari pada
yang seharusnya dilakukan sebagai seorang tokoh yang dijadikan anutan.
Seorang pemimpin masyarakat, yang semestinya menjadi contoh atau tauladan, justru menjadi pelopor berbuat yang tidak terpuji. Seorang
ulama’ yang seharusnya menjadi orang yang bisa dianut, terpandang, dan
dihormati, ternyata masih ada saja yang berbuat tidak sesuai dengan
fatwanya. Maka artinya, menahan diri ternyata bukan pekerjaan mudah.
Tidak semua orang sanggup menjalaninya.
Demikian
pula, seseorang cepat marah, tersinggung, suka merendahkan orang,
sombong, angkuh, bakhil atau kikir, dan sifat-sifat rendah lainnya yang
dtonjolkan, oleh karena yang bersangkutan itu sebenarnya tidak mampu
mengendalikan dirinya. Mereka sebenarnya sudah tahu, bahwa sifat-sifat
seperti itu adalah buruk dan tidak terpuji. Namun tetap
dilakukan, karena mereka tidak berhasil menahan diri. Mereka juga tahu
bahwa dengan sifat tersebut, orang lain menjadi tidak suka dan bahkan
membencinya.
Puasa
adalah ibadah berupa menahan diri, yaitu tidak makan atau tidak minum
serta tidak berkumpul suami isteri di siang hari. Pada saat itu
sebenarnya ada makanan dan minuman, ada isteri atau suami di rumah, dan
bisa menjalankan apa saja dengannya. Akan tetapi, keinginan makan
makanan yang tersedia itu ditahan, hingga waktu dibolehkannya, yaitu
tatkala matahari sudah terbenam. Begitu juga terdapat minuman, tetapi
harus ditahan untuk tidak minum sampai waktu tertentu. Puasa adalah
menahan tidak melakukan apa saja yang membatalkan puasanya.
Pada
saat puasa juga menahan tidak melakukan hal yang mengurangi atau
menghilangkan makna puasanya seperti bercakap-cakap yang bisa menyakiti
orang lain, mengumpat, menghina, mengolok-olok orang lain, menghibah,
berlaku sombong, dan seterusnya. Sekalipun bercakap-cakap atau berbuat
seperti tersebut dirasakan nikmat olehnya, maka tidak
dibolehkan dalam berpuasa. Menahan tidak melakukan hal seperti itu, bagi
sementara orang adalah tidak mudah. Akan tetapi dalam berpuasa, harus ditahan, dan tidak dilakukannya.
Puasa sebagai sebuah ujian, maka ada yang lulus dan sebaliknya, gagal.
Bagi mereka yang lulus maka disebut sebagai seorang bertaqwa. Itulah
tujuan puasa, agar seseorang yang menjalaninya memperoleh derajad yang
mulia itu. Sebaliknya yang tidak berhasil lulus, maka puasanya akan
sia-sia. Maka, dikatakan dalam hadits nabi, bahwa banyak orang berpuasa
tetapi tidak mendapatkan apa-apa, kecuali lapar dan dahaga. Artinya yang
bersangkutan masih belum berhasil dalam menjalani ujian menahan diri
itu. Oleh karena ternyata, ujian tersebut memang tidak mudah dilakukan
oleh siapapun. Semogalah kita semua lulus, sehingga puasa kita tidak sia-sia. Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar