Mencuri
kendaraan bermotor telah biasa dilakukan Ris (13 th) selama setahun di
wilayah Ampel, Boyolali sebelum polisi itu menangkapnya. Kala itu ia
masih duduk dibangku kelas VI SD. Keluar masuk bui sudah menjadi
langganan bagi Ucok yang masih SLTP di Jakarta. Mencuri, merampok dan
membunuh yang semestinya jauh dari pikiran anak bau kencur seperti dia,
telah mengisi hari-harinya.
Sedangkan
di Sumenep, Madura, Amr gadis kecil yang baru menginjak umur 12 th tega
melenyapkan nyawa sepupunya Ririn (3 th) hanya gara-gara ingin memiliki
anting emas si balita.
TANGGUNG JAWAB SIAPA?
Andang,
Ris, Ucok maupun Amr hanyalah beberapa gelintir sosok yang mewakili
fenomena kenakalan maupun kejahatan anak. Masih banyak deretan nama-nama
dibelakang mereka. Sebenarnya siapa yang salah sehingga mereka berbuat
demikian? Mereka sendiri, oarng tua orang-oran gdisekelilingnya, ataukah
sistem yang berlaku?
Menyalahkan
mereka, menghukum mereka sampai kini belum terbukti menyelesaikan
masalah mereka. Bahkan penjara kadang bisa menjadi sekolah yang baik
unutk calon penjahat. Sehingga mencukupkan penanganan terhadap terhadap
mereka saja adalah suatu keniscayaan yang sia-sia.
Hak
yang seharusnya mereka terima, pemenuhan kebutuhan yang seharusnya
mereka nikmati, pendidikan yang benar maupun suasana yang kondusif
terhadap pertumbuhan maupun perkembangan anak yang baik sudah semestinya
diperhatikan.
Kewajiban
orang tua terhadapa anak, yaitu mencukupi kebutuhannya baik fisik
maupun psikis, mendidiknya, tidak boleh terlalaikan kalu tidak ingin
anaknya menjadi penjahat. Sebab rumah merupakan titik awal bagi
perkembangan anak untuk selanjutnya. Pemenuhan kebutuhan yang tidak
tersedia di rumah bisa mendorong anak untuk mencarinya di luar. Dan ini
bisa menjadi pemicu anak untuk melakukan kejahatan. Untuk itu kata-kata
sindiran “ jangan jadi orang tua kalau tidak tahu kewajiban orang tua
atau tidak mau melaksanakan kewajiban orang tua “ patut direnungkan.
Lingkungan
yang baik tentunya ikut menentukan corak anak untuk kehidupan
selanjutnya. Karena anak belajar darim kehidupan sekarang. Anak yang
hidup ditengah-tengah kekerasan, maka ia akan menjadi bengis. Sedangkan
anak yang hidup di tengah kasih sayang dan kedamaian maka ia akan
menjadi penyayang dan penjunjung persahabatan. Lebih dari itu, sistem
yang berlaku juga menjadi faktor dominan yang mempengaruhi pola fikir
dan pola sikap anak. Sistem pemerintahan yang baik, sistem ekonomi yang
baik, sistem sosial yang baik, maupun sistem keamanan ynag baik tentunya
akan menentukan corak warga negaranya termasuk anak-anak.
Untuk
itu orang tua yang tahu dan memenuhi kewajibannya, lingkungan yang
kondusif untuk anak dan sistem yang tepat sama-sama punya andil untuk
menghalau kejahatan dari diri anak.
PERADILAN ANAK
Di
Indonesia, sanksi terhadap anak-anak yang melakukan kejahatan masih
merujuk pada kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) warisan
Belanda. Sebab pada kita Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal
45 dinyatakan bahwa tindak pidana yang dilakukan orang dewasa sama
dengan yang dilakukan oleh anak. Karena itu penyidikannya mengikuti
penyidikan orang dewasa sebagaimana yng diatur jika tersangka khawatir
melarikan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, mengurangi tindak
pidana dan ancaman hukumannya lebih dari lima tahun. Jika kriteria
tersebut di penuhi, maka tindakan penahanan dianggap sah.
Mengenai
definisi anak, sampai sekarang belum ada ketentuan pasti. Batasan umur
anak dibawah umur juga berbeda-beda. Pasal 45 KUHAP menentukan 16 th.
Pasal 283 KUHP 17, pasal 287-293 (15 th). Sedangkan dalam UU
kesejahteraan Anak no 4 Th 1979, anak-anak adalah mereka yang belum
berusia mencapai 21 th. Batas usia minimum anak dapat dimintai
pertanggungjawabannya selama ini juga belum ada. Maka wajarlah selama
ini penanganan kejahatan anak lebih mengandalkan unsur-unsur
subjektivitas aparat penegak hukum. Padahal tindakan itu telah
menimbulkan banyak permasalahan baru bagi masa depan anak.
Dengan
demikian bisa disimpulkan bahwa sanksi terhadap kejahatan anak di
Indonesia dibebankan kepada anak secara mutlak. Layakkah ?
ATURAN ISLAM
Islam
telah memiliki aturan-aturan yang menyeluruh dan pasti terhadap segala
permasalahan yang muncul dalam kancah kehidupan. Termasuk di sini,
bagaimana penanganan terhadap tindak kejahtan yang dilakukan oleh
anak-anak.
Beban
hukum dalam Islam harus diperuntukkan bagi orang-orang yang sudah
baligh (dewasa), waras. Dan tidak dalam kondisi lupa. Sebagaimana yang
tercantum dalam hadits :
رُفِعَ
اْلقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَهٍ : عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظ َوَعَنِ
الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَعْقِلَ
"Ada
tiga golongan manusia yang telah diangkat pena darinya (tidak diberi
beban syari'at) yaitu; orang yang tidur sampai dia terjaga, anak kecil
sampai dia baligh dan orang yang gila sampai dia sembuh."
(HR. Abu Daud dan lainnya)
Batas
baligh juga sudah ditentukan secara pasti, yaitu laki-laki apabila
sudah bermimpi dan wanita apabila sudah haid. Dalam istilah ilmiahnya
sudah matang secara biologis bukan matang secara fisik.
Pidana
bagi anak-anak yang bersalah dalam Islam dibebankan kepada walinya,
yaitu orang tuanya. Karena orang tua wajib mendidik anak-anaknya agar
menjadi oarang baik-baik. Apabila anak menjadi penjahat berarti orang
tua tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik, maka orang tualah yang
menanggung akibatnya, yaitu diberi sanksi karena kelalaiannya.
Namun
disini perlu diingat bahwa dalam Islam, negara juga wajib menciptakan
suatu kondisi atau sistem yang menghalangi antara kejahatan dengan warga
negaranya. Dengan demikian prasarana maupun sarana yang diwujudkan
tidak akan memberi peluang untuk mengantarkan pada tindakan kejahatan.
Dan beban orang tua dalam mengarahkan anak pun menjadi lebih ringan.
Lebih dari itu negara berkewajiban untuk memberi pendidikan kepada
rakyatnya agar mereka mampu menjalankan setiap peran yang menjadi
tanggung jawabnya (termasuk orang tua dalam memenuhi hak-hak anaknya).
Kesadaran akan patennya sistem Islam merupakan manifestasi rasa memiliki Islam itu sendiri. Untuk selanjutnya mewujudkan dalam kancah kehidupan adalah alternatif yang harus diambil oleh orang yang masih yakin bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar.
Kesadaran akan patennya sistem Islam merupakan manifestasi rasa memiliki Islam itu sendiri. Untuk selanjutnya mewujudkan dalam kancah kehidupan adalah alternatif yang harus diambil oleh orang yang masih yakin bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar.
PUSTAKA Al Qur’an
Kumpulan Hadits Bukhari
An Nabhani, T. Nizhom Al Hukmi fi Al Islam, Darul Ummah. Beirut.
Al Maliki, Abdurrahman. Nizhom Al Uquubat. Darul Ummah. Beirut
Al Maliki, Abdurrahman. Nizhom Al Uquubat. Darul Ummah. Beirut
0 komentar:
Posting Komentar