New York - Oleh banyak
orang, remaja dikenal sebagai kelompok usia yang kerap dilanda
perubahan mood mendadak, adiksi pada
media sosial, dan selera berpakaian yang aneh.
Tapi
beberapa remaja mematahkan persepsi itu. Mereka muncul sebagai generasi yang
tumbuh dewasa dengan cepat, melahirkan terobosan dan teknologi ambisius yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia di Bumi.
Dilansir
dari BBC pada Minggu (18/3/2018),
terdapat empat orang remaja, yang pada sepanjang 2017 lalu, berhasil
mencetuskan ide-ide brilian yang berdampak penting bagi kelangsungan hidup
manusia.
Ide-ide
tersebut tidak hanya membantu berikan solusi terhadap beberapa masalah pelik
yang tengah melanda Bumi saat ini, melainkan juga untuk cita-cita kemajuan
peradaban manusia di masa depan.
Berikut
adalah kisah selengkapnya tentang empat sosok remaja yang berhasil
mengubah dunia dengan penemuan briliannya.
1. Keiana Cavé (18) - Upaya
Membersihkan Lautan dari Pencemaran Minyak
Perjalanan
penemuan Cavé dimulai dengan isu tumpahan minyak Deepwater Horizon, yang
melanda sebagian besar Teluk Meksiko pada tahun 2010. Kecelakaan ini disebut
sebagai skandal kerusakan ekosistem laut terbesar di sepanjang sejarah manusia.
Tercatat sebanyak 4,9 juta barel minyak menggenangi salah satu wilayah
air yang paling penting secara ekologis di Bumi.
Beberapa
waktu setelahnya, lumba-lumba muda dilaporkan sekarat. Mereka kehilangan
kecepatan daya jelajahnya sebanyak hampir enam kali lipat lebih rendah. Sementara
para nelayan dan ilmuwan kelautan melaporkan peningkatan populasi makhluk laut
yang cacat, seperti udang yang kehilangan sebelah mata, dan ikan dengan wajah
rusak yang mengerikan. Menyaksikan laporan berita tersebut di televisi, Cavé
langsung menduga pasti ada beberapa kerusakan lingkungan yang tersembunyi. Dia
memutuskan untuk memusatkan perhatiannya pada apa yang sebenarnya sedang
terjadi.
Pada
usia 15, remaja tersebut mulai mempelajari apa yang terjadi pada minyak saat
ditinggalkan di permukaan laut. Ia menemukan bahwa ketika terkena sinar UV dari
Matahari, cairan mninyak bereaksi terhadap zat kimia yang bersifat karsinogenik.
Kini, ia telah berhasil menciptakan dua makalah ilmiah dan dua paten dari hasil
temuannya tentang metode kimia dalam pendeteksian karsinogen.
Dia
juga meluncurkan sebuah bisnis startup, Mare, yang fokus mengusahakan
pengumpulan minyak dari wilayah laut, guna meminimalisir dampak kerusakaan pada
ekosistem terkait. Belum lama ini, hasil penelitiannya itu baru saja menerima dana
riset sebesar US$ 1,2 juta, atau sekitar Rp 16,5 miliar.
2. Hannah Herbst (17) -
Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut
Herbst
terinspirasi untuk melakukan penemuan ilmiah sejak usia 15 tahun. Kala itu, ia
terinspirasi oleh kisah sahabat penanya di Ethiopia, yang mengaku kesulitan
mendapat akses penerangan lampu listrik. Hal itu membuatnya sedih sekaligus
heran, dan mendorongnya melakukan sebuah inovasi brilian ketika mulai menginjak
bangku kuliah di usia sangat muda, 16 tahun. Ia mengusulkan sebuah konsep
bertajuk Beacon, yang berpotensi menghasilkan pasokan listrik dari energi
gelombang laut.
Pemikiran
Herbst adalah bahwa manusia modern cenderung menetap di sekitar pesisir.
Ia menyinggung catatan sekitar 40 persen populasi dunia tinggal di wilayah
radius 100 kilometer dari bibir pantai. Sementara itu, hanya 10 persen yang
tinggal lebih jauh dari jarak 10 km dari sumber air tawar yang tidak perlu
digali, seperti sungai dan danau. Teknologi Beacon ini terdiri dari tabung
plastik berongga, dengan baling-baling di salah satu ujungnya dan pembangkit
listrik tenaga air di sisi lain. Baling-baling menangkap energi gelombang laut,
dan mengubahnya sebagai dorongan yang dapat menggerakan generator
pembangkit listrik.
Apabila
desain ditingkatkan, Herbst menghitung bahwa Beacon bisa mengisi tiga baterai
penggerak secara bersamaan dalam satu jam. Dia menyarankan agar energi yang
dihasilkan dapat digunakan untuk teknologi penyiraman air, atau sentrifugal
darah di rumah sakit di negara berkembang. Penemuan ini memenangkan Tantangan
Ilmu Pendidikan yang digelar oleh 3M, sebuah raksasa manufaktur, di tahun
2015, dan berhak mendapatkan dana jutaan dolar AS untuk mewujudkan secara
nyata.
3. Rifath Sharook (18) -
Pencipta Satelit Paling Ringan di Dunia
Ketika
masih kecil, Shaarook menghabiskan berjam-jam menatap lensa teleskop bersama
ayahnya, Mohamed Farook, seorang profesor dan ilmuwan kenamaan India. Sayang,
sang ayah meninggal saat Sharook berada di sekolah dasar. Namun, hal itu tidak
mematahkan semangat gadis muda tersebut untuk terus mempelajari ilmu antariksa.
Saat menginjak remaja, dia bergabung dengan Space Kidz India, sebuah organisasi
yang didedikasikan untuk mengasuh anak muda dengan semangat akan teknologi. Dia
membentuk tim enam orang dan mendedikasikan empat tahun ke depan untuk membuat
satelit, di bawah bimbingan pendiri dan direktur organisasi tersebut. Setiap
malam, para remaja tersebut mendiskusikan berbagai ide dalam video call, dan
seringkali berlangsung hingga pukul 4.30 pagi.
Hasilnya,
mereka sukses menciptakan KalamSat, yakni satelit dengan bobot paling ringan di
dunia. Satelit ini hanya memiliki berat 64 gram, dan berbentuk kotak seluas
3,8cm yang terbuat dari plastik cetak tiga dimensi, dan diperkuat dengan serat
karbon. Komponen ini berisi beberapa jenis sensor, termasuk yang mengukur suhu,
magnet, ketinggian dan ketegangan pada struktur saat meluncur ke angkas aluar. Perangkat
ini juga memiliki sumber tenaga dan komputer kecil, untuk menghidupkan semua
sensor pada saat yang tepat, sekaligus untuk menyimpan datanya.
Rencana
lanjutan Sharook dan teman-temannya adalah menerbangkan KalamSat ke sub-orbit,
untuk menguji kinerja plastik bertulang dalam gravitasi mikro. Setelah mencapai
tujuan orbitnya, satelit ini hanya menghabiskan 12 menit untuk mengumpulkan
data, sebelum jatuh kembali ke Bumi dan mendarat di laut. Pada 22 Juni 2017,
perangkat ini berhasil diluncurkan di fasilitas Pulau Wallops milik NASA di
negara bagian Virginia.
4. Julian Rios Cantu (18) -
Penemu Teknologi Deteksi Dini Kanker Payudara dengan Harga Terjangkau
Penemu
muda asal Meksiko ini baru berusia 13 tahun ketika ibunya didiagnosis mengidap
kanker payudara. Dia menyaksikan dengan ngeri saat tumor membengkak menjadi
benjolan sebesar bola golf, dalam waktu kurang dari enam bulan. Sang ibu
akhirnya terbebas dari kanker, meski harus menerima kenyataan kehilangan kedua
payudaranya.
Beberapa
tahun kemudian, Cantu terinspirasi menciptakan temuan yang berguna melindungi
orang lain dari bahaya kanker payudara. Bersama tiga temannya, ia membentuk
perusahaan Higia Technologies, yang fokus mengembangkan perangkat untuk
mendeteksi tanda awal serangan kanker payudara. Mereka menciptakan sebuah
prototipe bra berjudul EVA, dengan ide untuk mencari perubahan suhu dan
elastisitas kulit. Setiap selesai menggunakannya, yakni dianjurkan satu kali
selama 24 jam, sensor akan mengirimkan data algoritma yang mampu menghitung
risiko terserang kanker payudara pada penggunanya.
Perangkat
ini berhasil memperoleh dana sebesar US$ 20.000 (sekitar Rp 275 juta) dari
Global Student Entrepreneur Awards, untuk melanjutkan penemuannya ke tahapan
uji klinis. Jika berhasil, maka inovasi yang dihasilkan oleh Cantu dan
teman-temannya itu bisa membantu menyelamatkan jutaan nyawa. Sebagaimana
diketahui hampir 1,7 juta kasus kanker payudara didiagnosis pada tahun 2012,
dan pada tahun yang sama, menyebabkan lebih dari setengah juta kematian. Sejak
itu, anjuran deteksi dini terus digalakkan guna menekan angka gangguan
kesehatan fatal akibat kanker payudara.
0 komentar:
Posting Komentar