MUKADDIMAH
Kita sering menyaksikan ada sekelompok ibu-ibu yang berkumpul, lalu
'nyerempet-nyerempet' bercerita tentang hal-hal yang amat sensitif dan
pribadi dari rahasia rumah tangganya, seperti menbeberkan masalah
hubungan seksualnya dengan sang suami tanpa sedikitpun rasa malu apalagi
canggung. Atau membeberkan 'aib sang suami yang tidak boleh diketahui
orang lain. Demikian pula sebaliknya, terkadang ada sekelompok
bapak-bapak yang membeberkan hal seperti itu.
Apakah hal seperti dibolehkan? atau adakah kondisi yang membolehkannya?
NASKAH HADITS
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ
الْخُدْرِيّ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللّهِ صلى الله عليه وسلم: "إِنّ مِنْ
أَشَرّ النّاسِ عِنْدَ اللّهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ, الرّجُلَ
يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ, وَتُفْضِي إِلَيْهِ, ثُمّ يَنْشُرُ سِرّهَا".
أخرجه مسلم
Dari Abu Sa'id al-Khudriy, dia berkata, Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya
manusia yang paling jelek kedudukanna di Hari Kiamat, adalah seorang
laki-laki (suami) yang bercampur (bersetubuh) dengan isterinya, kemudian
membeberkan rahasia (isteri)-nya tersebut." (HR.Muslim)
Kosa Kata
a. Secara bahasa kata إفضاء (ism mashdar [kata benda] dari kata kerja أفضى يفضي menurut Imam al-Qurthubiy artinya المخالطة (percampuran).
Al-Hirawiy,
al-Kalbiy dan selain keduanya berkata, maknanya adalah perbuatan
seorang laki-laki (suami) menyendiri (berduaan) dengan isterinya
sekalipun tidak menyetubuhinya.
Ibn 'Abbas, Mujahid dan as-Suddiy berkata, maknanya adalah jima' (bersetubuh).
b. Kata سر (rahasia), maksudnya adalah hubungan seksual dan hal-hal yang berlangsung antara keduanya ketika melakukan itu.
INTISARI HADITS
Ada beberap poin yang dapat ditarik dari hadits diatas, diantaranya:
1.
Masing-masing dari kedua pasangan suami-isteri memiliki rahasia yang
berkenaan dengan hubungan seksual. Rahasia ini biasanya berupa masalah
'pemanasan' yang terjadi antara keduanya ketika akan memulai hubungan
seksual atau berkenaan dengan 'aib yang ada pada anggota-anggota badan
yang terkait dengan hubungan seksual. Hal ini semua merupakan hal yang
paling rahasia diantara keduanya dan keduanya tentu tidak akan menyukai
seorangpun mengetahuinya.
2. Oleh karena itu, Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam
memberikan label sebagai manusia yang paling jelek di sisi Allah dan
paling rendah martabatnya terhadap salah seorang dari kedua pasangan
suami-isteri yang mengkhianati amanah yang seharusnya dipegangnya. Yaitu
tindakan membeberkan kepada orang-orang hubungan seksual yang terjadi
antara keduanya atau membeberkan a'ib dari salah seorang diantara
mereka.
3.
Hadits diatas menunjukkan hukum HARAM terhadap tindakan membeberkan
rahasia suami-isteri yang amat khusus, yaitu hubungan seksual yang
terjadi diantara keduanya sebab orang yang membeberkannya adalah tipe
manusia yang paling jelek di sisi Allah.
4.
Islam menganggap hubungan seksual antara suami-isteri sebagai hal yang
terhormat dan memiliki tempatnya tersendiri. Oleh karena itu, wajib
menjaganya dan hendaknya salah seorang diantara keduanya tidak melampaui
batas terhadap hal tersebut dengan membeberkan rahasia salah seorang
diantara mereka karena masing-masing sudah saling membebankan amanah
agar menjaganya.
5.
Dari sisi yang lain, 'pemanasan' antara suami-isteri ketika akan
melakukan hubungan badan merupakan sesuatu yang bebas dilakukan karena
hal itu dapat membuat masing-masing saling merespon dan dapat
membangkitkan gairah. Karena itu pula, di dalam hal ini dibolehkan
berdusta. Namun bilamana salah seorang dari keduanya mengetahui bahwa
rahasia-rahasia tersebut akan disebarluaskan dan mengapung di hadapan
orang sehingga menjadi ajang ejekan atau kecaman, maka sebaiknya menahan
hal itu dan merahasiakannya. Akibat dari hal seperti ini (tidak ada
rasa saling percaya antara satu dengan yang lain karena takut dibocorkan
rahasianya), jadilah hubungan seksual tersebut dingin dan kurang
bergairah bahkan bisa berujung kepada kegagalan sebuah rumah tangga atau
kegagalan di dalam menyelesaikan hubungan seksual tersebut.
6.
Para ulama berkata, "Hanya sekedar menyinggung perihal jima' hukumnya
makruh bila tidak ada keperluannya dan dibolehkan bila ada perlunya
seperti si suami menyebutkan isterinya sudah berpaling darinya atau sang
isteri mengklaim bahwa si suami tidak mampu melakukan hubungan seksual,
dan semisalnya."
7.
Di dalam hasil keputusan yang dikeluarkan oleh al-Mujamma' al-Fiqh
al-Islamiy (Lembaga Pengkajian Fiqih Islam) yang diadakan di Bandar Sri
Begawan, Brunei, pada muktamar ke-8, tanggal 1-7 Muharram 1414 H
bertepatan dengan 21-27 Juni 1993, disebutkan beberapa poin,
diantaranya:
-
Bahwa hukum asal dalam rumah tangga itu adalah larangan membeberkan
rahasia tersebut dan pembeberannya dengan tanpa adanya keperluan yang
dianggap shah, mengandung konsekuensi diberlakukannya sanksi secara
syar'i.
-
Menjaga rahasia itu lebih ditegaskan terhadap pekerjaan/profesi yang
justeru membeberkannya akan menyebabkannya cacat hukum, yaitu profesi
kedokteran.
-
Ada beberapa kondisi yang dikecualikan di dalam menyimpan rahasia
tersebut, yaitu bilamana menyimpan rahasia tersebut akan berakibat fatal
dan berbahaya bagi orang yang bersangkutan melebihi bahaya bilamana hal
itu dibeberkan. Atau terdapat mashlahat yang lebih kuat di dalam
membeberkannya ketimbang bahaya menyimpannya. Dua kondisi ini adalah:
Pertama, Kondisi wajib dibeberkan. Yaitu bertolak dari kaidah "Melakukan
salah satu yang paling ringan dari dua bahaya sehingga dapat
menghindarkan yang paling berat bahayanya dari keduanya"
dan kaidah
"Merealisasikan mashlahat umum yang konsekuensinya harus melakukan
bahaya yang berskala khusus guna mencegah adanya bahaya yang berskala
umum bila memang menjadi kemestian mencegahnya"
Kondisi ini ada dua macam:
a. Mencegah suatu kerusakan terhadap masyarakat
b. Mencegah suatu kerusakan terhadap individu
Kedua, Kondisi boleh dibeberkan, karena:
a. Mengandung mashlahat bagi masyarakat
b. Dapat mencegah kerusakan yang berskala umum
Di
dalam kondisi-kondisi tersebut, wajib berkomitmen dengan
prinsip-prinsip syari'at dan prioritasnya dari sisi menjaga dien, jiwa,
akal, harta dan keturunan.
Pengecualian-pengecualian terkait dengan kondisi wajib atau boleh
dibeberkan tersebut harus dibuat secara tertulis dan legal di dalam kode
etik menjalankan profesi terkait, baik kedokteran ataupun lainnya
secara jelas dan transparan serta rinci. Wallahu a'lam.
(Sumber: Kitab Tawdlîh al-Ahkâm Min Bulûgh al-Marâm karya
Syaikh 'Abdullah al-Bassam, Jld. IV, h.449-451
Home» ARTIKEL PERNIKAHAN» ARTIKEL TERBARU» CERITA BAHAGIA» Jangan Beberkan Rahasia Rumah Tangga Anda!
0 komentar:
Posting Komentar